Menuntut kesempurnaan sebuah buku dari kesalahan, bukanlah sikap yang dibenarkan. Karena celah kesalahan bisa datang dari berbagai faktor. Seperti salah ketik, ejaan keliru, tata bahasa, dan seterusnya. Sang editor atau penyunting naskah pun memiliki peranan penting. Sehingga, bisa saja ia tidak menemukan kesalahan-kesalahan kecil tersebut. Selain dari faktor ekternal atau catat produksi: terdapat halaman terbalik, tulisan kabur, atau ada bagian halaman tertentu yang hilang.
Jika kalian mengingat postingan di blog saya (Menimang.., red). Diceritakan kalau saya membeli dua buku Koala Kumal selama masa pre-order berlangsung. Salah satu bukunya milik Gita, adek sepupu saya. Apesnya, buku yang dia punya banyak catatnya. Mulai dari adanya lompatan halaman (acak), atau ada yang ngedouble, dan hilang. Hingga akhirnya saya mencoba menghubungi pihak distributor dan Gagas, untuk mengurus proses retur bukunya. Cuman, sampai detik ini email saya belum kunjung ada jawaban.
Oh iyah, mau tanya sekalian, kalau ada sahabat blogger yang tahu bagaimana prosedur ngeretur buku, saya minta tolong diberitahu melalalui kolom komentar di bawah ini. Karena selama membeli buku, satupun saya tidak pernah mendapatkan kasus seperti tadi. Jadi, saya benar-benar tidak punya pengalaman mengurus hal tersebut. Terima kasih sebelumnya.
Ok, tapi itulah bagian dari catat produksi, yang tidak semua buku bernasip sama. Artinya, kesalahan hanya pada proses pencetakannya. Tapi, sebagai salah satu pembaca, saya ingin mengulas ‘kejanggalan-kejanggalan’ yang ada dalam buku ini. langsung saja, saya mulai dari:
Baca sebelumnya: [Resensi Buku] Koala Kumal – Raditya Dika #1
Judul bab:
Menurut saya judul bab “Aku ketemu orang lain”, lebih sesuai dengan cerita yang ada di bab terakhirnya, yaitu Koala Kumal. Karena di sana disebutkan Dika sendirilah yang merasa ketemu dengan orang lain –padahal ia mantan pacarnya.
“Menulis buku ini telah mengantarkan gue kepada pertemuan
dengan dia pada saat ini. kami, berhadap-hadapan. Dua orang
yang dulu pernah pacaran, tetapi sekarang gue merasa justeru ber-
hadapan dengan orang asing, orang yang gue tidak kenal lagi.
Rasa yang gue dapatkan dengan berduaan bersamanya
Sekarang pun terasa berbeda.” (Hal. 244)
Klop. Mengingat ini buku dia. Jadi, kesan pertama ketika membaca judulnya, kita pasti sudah mengira orang yang dimaksud ‘aku’ adalah dia sendiri. Sedangkan fakta pada isi bab yang sebenarnya tidak demikian. Jadi, jika kalian akan mengira “Aku” di situ adalah Dika, nyatanya bukan.
‘Ada hal yang harus kamu tahu….’
‘Kamu kenapa, sih, nanti aku beneran deg-degan, loh,’ kata gue yang sekarang sudah terlanjur deg-degan.
‘Aku ketemu orang lain,’ kata pacar. (Hal. 230)
Judul bab inilah yang agak mengganjal dalam benak saya. Atau barangkali karena saya salah menduga endingnya atau seolah Dika yang bertemu dengan orang lain. Padahal pacarnya lah yang dimaksud di situ.
Perlu diketahui, cewek yang Dika maksud berbeda dengan cewek yang di bab “Aku ketemu orang lain”. Karena mantan yang di bab itu sudah menikah. Sedangkan dialog pertama tadi menyangkut cewek lain (mantan) yang pernah dibahas pada bab sebelumnya.
Bukannya Dika memanggil diri dengan sebutan “gue”, Cho, bukan “aku”?. Jadi wajar dong, kalau itu menunjukkan orang lain, bukan dia. Keduanya benar, tapi coba kita tengok bab pertama “Ada Jangwe di Kepalaku”. Di sana menggunakan sebutan “ku”. Padahal dalam dialognya dia menyebut diri seperti biasanya, yakni “gue”.
‘Panas! Panas’ seru gue, sambil mengusap-usap kepala
dengan panik. ‘Ada jangwe di kepala gue!’ (Hal. 23)
Ok, mungkin karena dikhususkan sebagai nama judul, jadi lebih dipilih “ku”, bukan “gue”. Dan judul “Aku ketemu orang lain” masih sah-sah saja. Siapa tahu itulah kejutan di balik bab ini.
Masih menyoal judul bab-babnya. Menurut saya judul bab dalam buku ini terlalu datar. Sehingga ketika pertama membaca judulnya, kita tidak begitu dibuat penasaran. Beda dengan buku sebelumnya, seperti: Sepotong Hati dalam Kardus Cokelat, Terlentang Melihat Bintang, Tarian Musim Kawin, Ledakan Paling Merdu, Pesan Moral dari Sepiring Makanan, dan seterusnya. Lebih cute dan lebih bikin penasaran, bukan?. Cuman, ada dua judul yang ngebuat saya penasaran –eh, ini faktor pribadi loh 😀.
Pertama:
“Ada Jangwe di Kepakaku”. Saya tidak ngerti apa itu Jangwe?, *gedubrak. Dika pun (dalam cerita) awalnya tidak mengerti. Ternyata Jangwe sejenis petasan. Owalah, kalau di daerah saya, Sumenep, itu disebutnya “Sreng Dor” (Dor, karena setelah terbang, kemudian diikuti bunyi ledakan “Dor”).
“Petasan berbentu lonjong tersebut berukuran kecil,
hanya sebesar tiga buku jari. Ada sumbu pendek berwarna
hijau di ujung bawah dan di punggung petasan me-
nempel lidi yang dicat merah.” (Hal. 13)
Kedua:
akronim “LB” atau judul pada bab keenam. Setelah membacanya saya mulai mengerti, alasan kenapa Dika membuat judul tersebut menjadi singkatan dua huruf saja. Iyah, kalau diketahu dari awal, mungkin ceritanya tidak lagi seru dan bikin penasaran.
Salah ketik:
Nah, kesalahan selanjutnya karena salah ketik. Sebenarnya tidak ada kesalahan ketik (typo), bukan hal yang serius juga. Cuma dalam kasus ini mengakibatkan penafsiran yang berbeda.
Pertama:
ditemui dari dialog yang ada di bab “Balada Lelaki Tomboi”, obrolan yang mestinya empat mata antara Deska dan Dika, di sana tiba-tiba malah (seolah) Astra ikut bicara. Tak tanggung-tanggung, dua kali nama Astra disebut di tempat yang salah.
Klik untuk memperjelas. Berikut salinannya:
Deska bilang, ‘Aku mau putus.’.
‘Kenapa putus?’ tanya gue.
Astra menghela napas panjang. ‘Maaf, ya, kita sampai di sini saja.’
Dengan cara semudah itu, gue pun putus dengan Astra. (Hal. 66)
Astra sendiri adalah teman SMP Deska. Yang beberapa waktu sebelumnya bertemu lagi, lantaran si Astra ngeAdd facebooknya. Alasan ia meminta putus pun ada kaitannya dengan Astra. Iyah, begitulah. Dalam dialog tadi mendadak seperti Dika habis putus dengan Astra. Loh, homo?.
Kedua:
Hanya sebatas salah menyebut panggilan. Kesalahan itu bisa dilihat pada bab “Kucing Story”.
‘Nah. Buat teman bermain, Pak,’ kata gue. ‘Karena saya sering kesepian di rumah, jadi bisa ada yang nemenin.’
Mas Laiman menggelengkan sambil terkekeh. ‘Itu, mah, kamu butuh istri.’
(Hal. 90)
(Hal. 90)
(Perhatikan gambari di atas)
Kesalahan panggilan mas hanya terjadi sekali saja. Sebelum dan setelahnya tetap Pak, Pak, Pak, dan Pak. Begitulah Dika memanggil beliau –salah satu pemilik peternakan kucing yang saat itu dia datangi pertama kali. Karena usia beliau terpaut jauh darinya.
“Pak Laiman orangnya kurus, rambutnya sudah mulai
agak putih. Dia memakai kemeja biru dengan ikat pinggang
coklat. Ketika berjalan, dia agak sedikit membungkuk.” (Hal. 89)
Sedangkan ‘saya‘?, karena dia sedang berbicara dengan beliau, yang notabene lebih berumur.
Ilustrasi Komik:
Berikutnya kesalahan pada ilustrasi komik yang terdapat pada bab pertama “Ada Jangwe di Kepalaku”. Tidak sesuainya isi dialog dengan ilustrasi komik itu sendiri. Dialog ini pun yang menjadi sinopsis buku Koala Kumal. Perhatikan dialog di bawah ini:
***
Selain main perang-perangan, gue, Dodo, dan Bahri juga suka berjemur di atas mobil tua warna merah yang sering diparkir di pinggir sungai samping kompleks. Formasinya selalu sama: Bahri dan gue tiduran di atap mobil, sedangkan Dodo, seperti biasa, agak terbuang, di atas bagasi. Kadang kami tiduran selama setengah jam. Kadang, kalau cuaca lagi sangat terik, bisa sampai dua jam. Kalau cuacanya lagi sejuk dan tidak terlalu terik, kami biasanya sama-sama menatap ke arah matahari, memandangi langit sambil tiduran. Kalau sudah begini, Bahri menaruh kedua tangannya di belakang kepala, sambil tiduran dia berkata,
‘Rasanya kayak di Miami, ya?’
‘Iya,’ jawab gue.
‘Iya,’ jawab Dodo.
Kami bertiga gak ada yang pernah ke Miami. (Hal. 10)
***
Lalu, coba kita bandingkan dengan ilustrasinya di bawah ini:
(klik gambar untuk memperjelas – Hal. 9)
Sudah menemukan letak kesalahan yang saya maksud?
Iyah, betul: formasi Bahri dengan Dodo terbalik. Mestinya yang berada di atas bagasi adalah Dodo. Tapi dalam komik pertama malah dia yang berkata: ‘Rasanya kayak di Miami, ya?’ (mestinya si Bahri). Jadi, posisi Bahri yang bertanya (mestinya di atas bagasi), dia justeru berada di samping Dika, yang berarti dalam komik itu ia menjawab “Iya,”(gambar ke dua –mestinya si Dodo).
Entahlah, siapa yang mesti bertanggungjawab. Apakah Dika selaku penulisnya yang gagal mengintruksikan atau kah si ilustrator komiknya yang salah menafsirkan?. Atau barangkali editornya juga tidak sadar?. Biarlah mereka yang punya jawabannya.
Sekarang pertanyaannya menjadi begini: mana yang perlu diperbaiki di antara keduanya?, apakah dialognya?, ataukah ilustrasi komiknya?. Imbang. Jika kita berandai ingin memperbaiki bagian yang lebih sedikit salahnya. Tapi sayangnya sama-sama kuat. Jadi, saya sekaligus ingin meralat pernyataan mengenai: formasi Bahri dengan Dodo terbalik.
Pertama:
Kalau acuannya pada dialognya. Maka, ilustrasi komiknya yang paling keliru. Mengingat dialog itu yang menghiasi sampul belakang buku Koala Kumal (sinopsisnya). Cukup sekali perbaikian. Tapi tunggu dulu, coba baca penjelasan berikut:
“Bahri lebih hitam dan kurus daripada Dodo. Rambut Bahri belah
tengah rapi, yang dia sisir dengan begitu hati-hati hingga terlihat jelas
satu garis sempurna membelah kepalanya jadi dua. Rambut Dodo
cepak seperti tentara. Dia lebih senang memakai kaus
kebesaran, hasil hibah kakaknya.” (Hal. 6)
Kedua:
Berdasarkan ciri-ciri fisik di atas. Maka, letak formasi posisi mereka benar. Karena yang di atas bagasi berciri-ciri seperti Bahri. Sedangkan yang di dekat anak berkacamata (Dika), ciri-ciri fisiknya si Dodo.
Jadi, bingung, kan?, silahkan dengan bebas kalian terjemahkan sendiri.
***
Itulah kejanggalan dalam buku Koala Kumal, yang saya temui. Mungkin ada ulasan yang berlebihan ‘diangkat’ dan terlalu subjektif. Maaf. Tapi, setidaknya ini menurut kaca mata saya pribadi. Jadi, sekali lagi mohon maaf apabila keliru. *dilempari petasan jangwe sama bang Dika
Namun, dari beberapa kejanggalan tadi, bagi saya (juga) tidak masalah. Toh, kesalahan yang lumrah terjadi dan manusiawi. Karena, kejanggalan tadi masih tertutupi oleh isi yang ada dalam bukunya. Sehingga kejanggalan-kejanggalan yang ada tidak begitu terasa, sama sekali. Jika cukup diam membaca dan menikmatinya. Karena, masih bisa dipahami maksud yang sebenarnya.
Pada akhirnya buku ini tetap terasa spesial. Bahkan, jika saya simpulkan cepat: inilah karya terbaik dari seorang Raditya Dika. Dia menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam bukunya kali ini. Apa itu?, temukan dalam ulasan selanjutnya: Koala Kumal: buku komedi dengan hati #ulasan2. Atau baca resensi sebelumnya.
42 Comments. Leave new
wih, sampe segitunya ya…jeli banget deh pemahamannya mas richo ini…
Haha, berlebihan memang, mbak. ampuuun. ah, itu saking bacanya pas gak ngantuk, mbak 😀
teliti banget mas matanya wih,…wih …itunya kayaknya nggak serius deh bikinnya hembb…
http://www.novawijaya.com
Wih jeli banget nih mas Richo.
Weh, retur buku bisa tho?
ikut menyimak saja mas … penelitian yang super nih .. 🙂
sampai sejeli itu ya Mas membaca alur critanya, salut deh buat si Mas nya
Habis dikasik obat mata, mbak. penglihatan tambah jelas :D. hhehe, dimaklumi mbak, gak terlalu menggangu 😉
Hihi, pas ketemu yang keliru, mbak 😀
kalau bukunya Gagas di belakangnya ada pemberitahuan, mbak. kalau ada kasus seperti itu, bisa dikembalikan. cuma nunggu email dulu, khawatir dikirim ke sana, tapi gak ada penggangi. tapi sayang email jawaban gak masuk2.
Monggo, Mas. sekedar mengulas dari kejanggalannya, mas 🙂
Hhehe, soalnya komedi dengan hati, mas. jadi bacanya sampai ke hati *eaaa 😉
Kritis banget, Bang Richo.. Sampek bisa sedetail itu 😀
Ahahaha, teliti dulu sebelum membeli berarti ya, Bang. Detiiil banget deh. Saya sampe bolak-balik baca dipenjelasan ilustrasi Dika, Dodo dan Bahri, dan ternyata emang betul kebolakbalik ya. Top
salut buat Richo, bisa perhatian dengan detail begitu.
Saya biasanya, habis baca langsung lupa 🙁
kalau ini memang benar-benar kritisi sekali mas richo ini heehee
haha, mbak Beb, itu pas melek efek minum kopi *jangan percaya, gak suka kopi 😀
Hhaha, kalau itu koksekwensi setelah baca, mbak. karena sebagai salah satu penggemar buku2nya, sepele sih, cuma kadang menyayangkan, penulis sekelas bang Dika ada kejaggalan gitu, hihi. tapi tetap saja menantikan kelahirannya. haha, sip deh ketemu 😀
aaah, mbak Salmaaa ;), itu ketemunya pas kedapatan saja, mbak 😀
hihihi, efek komede pakai hati, masuk ke hati deh *eaa 😀
Mas bisa saja, tahu pas saya lagi mergoki. eh 😀
Ya ampun…. Masih tentang Koala Kumal, toh… Ampe jadi berapa postingan ini? Hehe… Sepertinya suka banget sama karya2 Raditya Dika kah?
Hwa, banyak juga ya kesalahan ketiknya… Suka lumayan mengganggu memang bacanya. Mengenai retur buku, udh parah itumah ya. Saranku sih coba tanya ke admin twitter penerbitnya. Siapa tahu ditanggapi & dikasih tahu caranya.
jelis dan teliti banget kang richo ini dalam soal membaca hehee , ,
Huihihi, iya nih. hehe. tinggal satu lagi, simpan dulu, engap nanti yang baca :D. begitulah, mbak, selalu nunggu kelahiran buku2nya, ehehe.
untuk penulis sekelas dia, ya agak disayangkan, mbak. toleransi untuk ini, hhehe. bukan satu yang catat soalnya, mbak. kebalik, hilang, ngedouble, lompat2. untungnya buku yang saya punya tidak bernasip sama. oh gitu, iya saya belum nyoba ke sana. nanti tak coba, makasih sarannya 😉
haha, nggak juga ah, pas kedapatan saja tuh, mas 😀
wah saya malah suka sama adegan foto yg di miami itu mas hehe…. mantap mas richo lanjutkan…
Haha, klimaksnya bikin ngakak yah, mas :D. lanjutkan juga *eh 😀
Wah saya benar-benar salut sama mas Richo ini. Saya sudah membaca artiel di atas dua kali dan masih tidak menangkap apa yang ingin mas Richo sampaikan kepada pembaca. Mungkin saya mbaca nya sambil ngantuk kali yaa. Dilihat dari ulasan Mas Richo di atas, menunjukkan bahwa mas Richo suka banget membaca buku, sampai-sampai bisa menganalisa di kalimat ke berapa dari sebuah paragraf yang terletak di halaman sekian terdapat sebuah atau lebih kejanggalan. Nah bingung sendiri kan saya saat berkomentar. hehe ngopi dulu mas biar ndak ngantuk.
Hhehe, mas berlebihan nah. entahlah, saya juga bingung, mas. eh, hihi. cuman memperlihatkan kejanggalan yang saya temui dalam buku ini. tapi sebagai catatan, mungkin ada bagian yang dinilainya terlalu subjektif. tapi intinya melihat kejanggalan saja, tidak berdasarkan bagus atau tidaknya kualitas isi bukunya. saking itu kebetulan saja, mas. hhaha. oh iyah, monggo dinikmati kopi hangatnya, mas. saya tidak minum kopi. kalau boleh tukar, ganti ke teh saja, mas *loh. ngihihi 😀
Tak ada gading yang tak retak memang. Mungkin Radith lagi banyak pikiran kali ya. Buku yang ini juga dipaksakan terbit, mungkin biar terlihat masih eksis saja. Hahaha, just kidding.
Tapi lu bener. Ngapain juga menuntut kesempurnaan? Jujur nih, selama ini suka ngedit2 naskah sendiri pun, gue juga jauh dari kata sempurna. Kadang udah diedit sekali, masih saja suka menemukan kesalahan2. Hahaha
Btw, analisis lu detil juga ya. Beneran seorang pengamat. Cocok lu jadi seorang editor. Coba terus diasah deh kemampuan editingnya. ^_^
Sepakat, mas. kalau kemungkinan itu, euum.. saya pribadi gak melihat hal yang sama, mas. hehe.
Yup, saya juga begitu, mas. setelah dipublikasikan pun, ketika dikoreksi masih saja ada yang typolah, kurang pas lah, dan sebagainya. berulang kali diperiksa juga masih sering nemu kesalahannya, hihi.
Haha, kebetulan dapat itu, mas. kalau bacanya lagi ngantuk, mungkin saya kelewatan, hhoho. masih belajar nulis dulu ke masnya, hihi.
Aku jugak lagi melek gegara minum kopi. Tapi demi ngerjain abstrak sih. T_T
Bagi penikmat kopi, kopi menjadi andalan penghilang ngantuk. sayangnya saya nggak suka, uihihi. wah, semangat-semangat 😉
Aku terpaksaaaa.. 🙁
Nggak apa-apa, namanya juga kewajiba yang perlu diselesaikan. nanti buah perjuangan akan dirasakan setelahnya, mbak Beb 😉
kalau kita membaca beberapa buku, biasanya ada juga kejanggalan dalam masalah penulisan dan kadang ada beberapa penggunaan kata orang ketiga tunggal yang membingungkan itu siapa. namun pada kasus lain kadang hal ini di sengaja untuk membuat pembaca penasaran dan harus menghabiskan semua cerita baru mengerti. namun kebanyakan yang paling membahayakan adalah alur dalam cerita yang disuguhkan, karena kalau kita menulis suatu tulisan ilmiah atau cerita pendek sekalipun harus mengolah alur yang jelas, sehingga pembaca memahami dengan mudah apa yang disampaikan. walau pilihan alur dan gaya dalam penulisn itu adalah dengan gaya kita sendiri. tapi beberapa pengamatan yang anda lakukan pada dodo yang rebahan di atas mobil itu kadang tidak disadari pembaca, namun ini harus di perbaiki. karena ilustrasi adalah penggambaran cerita, anek saja kalau sampai ilustrasinya terbalilk. ok makasih mas. sebuah pengamatan yang brilian….mau juga rasanya belajar di blog ini mengenai beberapa hal dalam menulis. sapa tau aja bisa nulis novel akhirnya…heee. ok makasih dan hppy blogging
Mungkin gara-gara Dika diburu deadline, jadi nulisnya kurang teliti… Editornya juga begitu… 😀
Omong-omong, untuk buku-buku gagas group, biasanya di halaman terakhir ada petunjuk buat ngeretur bukunya, Mas…. Langsung kirim ke alamat yg ada di situ….
iyah, pasti ada saja kesalahan tak disengaja itu, mbah. yang kita rasa masib dalam batas wajar. kecuali kalau sudah setiap lembarnya terdapat kesalahan, baru bertanya-tanya, apa ini :D. terima kasih komentar super panjangnya, jadi renungan buat saya.happy blogging juga 😉
hhehe, si Koala gak sabar melahirkan yah, mas, hihi. editornya kurang minum, sehingga konsentrasi dan fokus berkurang *korban iklan 😀
iyah, ada di bagian akhirnya, mas. tapi saya ngirim email dan sampai komen ini dijawab, belum ada balasan. jadi justeru dikhawatirkan gak ada respon balik dan buku tanpa ada pengganti. jadinya diikhlasin saja 🙂
walahh.. itu mah bukan salah penulisnya. editornya aja yg kurang teliti. gue gak trima bang dika dikata-katain kek gitu.. Pppffffff..
resensinya sampai sedetil ini…saya aja butuh waktu lebih lama dan berkali2 untuk menbaca hasil resensi buku ini….keren hasilnya mas rico
Wah gan, ane cuman mau bilang klo yg di ilustrasi komik itu kyaknya agan emang dapat yg cacat, soalnya ane punya si Bahri disamping Dika dan Dodo sendiri dibawah.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Dari penerbit sudah ada perbaikan untuk edisi cetakan berikutnya, contohnya yg saya beli juga sudah ada perbaikan untuk bagian yg kesalahan cetaknya , seperti bagian "ilustrasi komik yang salah & hal 66 pada penulisan nama Astra" juga sudah diperbaiki nih.
yg komik itu sdh di edit sy lihat di buku sy